Kabar dan Berita Penerima Beasiswa Al Azhar PM Darussalam Gontor Ulul Albab

Full width home advertisement

Post Page Advertisement [Top]

Masih Perlukah Kita Overthinking ?


Ilustrasi orang sedang overthingking

Dewasa ini di era gencar gencarnya media sosial, pertukaran informasi menjadi sebuah keniscayaan yang sukar untuk dinafikkan. Arus informasi dari berbagai belahan dunia begitu cepat dan masifnya berpindah satu sama lain, tak terkecuali perbendaharaan kata. Tak bisa kita pungkiri begitu banyak istilah istilah “kekinian” yang mungkin sering kita dengar. 


Salah satu dari kata kata “kekinian” yang mungkin tidak asing di telinga kita adalah Overthinking. Sebenarnya apa sih overthinking itu? 


Menurut terjemahan bebas seperti dilansir di kamus daring Miriam Webster, “to think too much about (something) : to put too much time into thinking about or analyzing (something) in a way that is more harmful than helpful” atau overthinking adalah memikirkan sesuatu hal terlalu banyak atau meluangkan terlalu banyak waktu untuk menganalisa suatu hal yang malah berdampak negatif alih alih positif. Senada dengan itu, menurut Cambridge Dictionary, Overthinking bermakna “the action of thinking about something too much, in a way that is not useful” atau kegiatan memikirkan suatu hal terlalu banyak yang tidak terlalu berguna. 


Dari terjemahan itu dapat kita simpulkan bahwa Overthinking merupakan suatu pekerjaan yang berkesan negatif. Padahal, jika kita menggunakan teknik berpikir yang benar, overthinking bisa berubah menjadi suatu yang sangat produktif. 


Pada umumnya, orang hanya berkutat pada pikiran tentang kemungkinan mendatang (yang sebagian besar mungkin tidak akan terjadi) atau dampak dari kejadian yang telah berlalu. Metode berpikir seperti itu yang perlu kita ubah, karena selain tidak bisa mengubah/menghasilkan apa apa, hal tersebut juga merupakan pemborosan waktu dan tenaga. 


Daripada demikian, mari kita kembangkan sedikit metode berpikir kita. Dari yang awalnya hanya berputar tentang kemungkinan yang akan datang, menjadi langkah-langkah apa yang harus kita tempuh dan persiapkan jika kemungkinan yang tidak diinginkan terjadi. Sebagai contoh, tentu kita semua tidak ada yang berharap untuk menghadapi kerugian ketika berbisnis atau sakit secara tiba-tiba. Hal ini menjadi PR banyak orang tentang bagaimana menghadapi musibah yang datang secara mendadak. Maka dari itu, lahirlah konsep asuransi yang telah terbukti dapat mengurangi dampak dari musibah yang menimpa seseorang. 


Jika metode ini berhasil diimplementasikan dengan tepat, mungkin kita akan menjadi manusia dengan reliabilitas tinggi, yang senantiasa siap menghadapi kemungkinan terburuk apapun. Seperti kata orang bijak, “Hope for the best, prepared for the worst”. 


Disamping itu, Overthinking juga bisa menjadi sesuatu yang positif. Di saat kita perlu menggali ide-ide segar atau mengembangkan pengetahuan baru. Seperti yang kita ketahui bersama, sebagian besar filsafat-filsafat kuno hingga post-modern juga lahir dari pemikiran yang berlebihan. Tapi, alih-alih menjadi suatu hal negatif, kegiatan itu justru menghasilkan suatu yang dapat mengubah arah dunia dan bahkan tetap dikenang hingga berabad-abad setelahnya. 


Hal terakhir yang bisa kita maksimalkan dari Overthinking adalah, sebagai langkah terakhir untuk memantabkan langkah-langkah yang akan kita ambil kedepannya. Tapi hal ini tentu membutuhkan pikiran objektif dan data-data yang mumpuni (bukan hanya hasil imajinasi semu atau sebatas sangkaan). Ini dibutuhkan untuk pengolahan data (informasi) dengan tepat dan menghasilkan gagasan atau solusi yang diperlukan. 


Jika poin ini terlaksana dengan baik, kita tidak perlu bingung untuk mengeksekusi rencana kita, karena sudah dipikirkan dengan matang sebelumnya. Dan kita tentunya tidak akan kehabisan langkah jika dihadapkan dengan suatu kondisi, karena berbagai hal yang sudah kita sediakan untuk langkah preventif sebelumnya. 


Tetapi pada akhirnya, utas yang panjang ini bukan seperti tongkat sihir yang bisa mengubah semuanya menjadi seperti yang kita kehendaki. Kita masih bergantung pada satu aspek yang paling penting dari ini semua, yaitu eksekusi yang baik.


Tiada guna sesempurna apapun rencana dan perencanaan jika tidak dibarengi dengan eksekusi yang berani. Seperti yang pernah dipaparkan oleh petinju tersohor Mike Tyson ketika ditanya mengenai pertandingannya yang akan datang melawan  Evander Hollyfield pada 1997 silam “Semua punya rencana, sampai mereka mendapatkan hantaman di mulut”. Pertandingan itu berlangsung cepat dan dihentikan pada ronde ke tiga setelah Mike Tyson menggigit kedua telinga lawan tandingnya.


Dapat kita simpulkan dari kejadian ini bahwa sematang apapun perencanaan kita, jika kita tidak siap menerima hal yang terjadi, rencana tersebut tidak ada artinya. Dan masalah menyiapkan mental untuk berani mengeksekusi merupakan hal lain yang perlu kita ulas pada lain kesempatan. 


Ada perkataan milik seorang Jendral Angkatan Darat Amerika Serikat era Perang Dunia ke 2, Dwight D Eisenhower yang mungkin relevan dengan tulisan di atas. “In planning for battle, I have always found that plans are useless, but planning is indispensable.” 


Jadi, Overthinking bukanlah suatu hal yang sepenuhnya buruk, tergantung bagaimana metode kita mengimplementasikannya. Jika kita mampu melakukannya dengan baik dan tepat, justru Overthinking malah bisa membantu mempermudah kehidupan kita sehari-hari atau bahkan malah bisa melahirkan sesuatu yang besar. Tergantung kebijakan kita bagaimana menggunakan anugerah daya pikir dengan baik.



Ditulis Oleh : Iqbal Fawwazi

Disunting Oleh : Redaksi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Bottom Ad [Post Page]

| Designed by Pandora