Kabar dan Berita Penerima Beasiswa Al Azhar PM Darussalam Gontor Ulul Albab

Full width home advertisement

Post Page Advertisement [Top]

 Perjanjian Anglo-Mesir 1936: Mengakhiri Pendudukan Inggris Di Tengah Hubungan Yang Kompleks



Ululalbab.org - Pada tanggal 26 Agustus 1936, sebuah bab penting dalam sejarah Mesir ditandai dengan penandatanganan Perjanjian Anglo-Mesir di London. Perjanjian itu melambangkan kesimpulan resmi dari 54 tahun pendudukan Inggris di Mesir dan kemudian diratifikasi pada bulan Desember tahun yang sama. Namun, terlepas dari tonggak sejarah ini, kedaulatan Mesir tetap dibatasi oleh ketentuan perjanjian, yang membentuk aliansi militer 20 tahun yang mempertahankan pengaruh Inggris atas aspek-aspek tertentu dari urusan Mesir.

Baca juga : Revolusi Mesir 1952: Mengungkap Kisah Tak Terungkap di Balik Kudeta


Perjanjian itu memberi Inggris wewenang untuk memberlakukan darurat militer dan sensor di Mesir selama keadaan darurat internasional, menetapkan kondisi yang memungkinkan penempatan hingga 10.000 tentara Inggris dan 400 pilot Angkatan Udara Kerajaan di Zona Terusan Suez yang signifikan secara strategis. Pengaturan ini akan bertahan sampai Mesir dapat secara mandiri melindungi daerah tersebut. Selain itu, perjanjian itu memungkinkan Inggris untuk mempertahankan pangkalan angkatan lautnya di Alexandria selama maksimal delapan tahun. Selain itu, seorang duta besar Inggris menggantikan mantan komisaris tinggi, mengubah sifat perwakilan diplomatik antara kedua negara.


Sementara perjanjian itu memberikan akhir resmi untuk pendudukan Inggris, itu menghadapi kritik karena melestarikan unsur-unsur pengaruh Inggris dan kontrol atas urusan Mesir. Kelanjutan kehadiran militer dan retensi pangkalan angkatan laut adalah poin yang sangat diperdebatkan, yang menyebabkan ketidakpuasan di kalangan penduduk Mesir.


Terlepas dari ketentuan ini, perjanjian itu memang membawa beberapa perubahan positif. Mesir mendapatkan kembali kontrol administratif penuh atas angkatan bersenjatanya, memungkinkan negara itu untuk membentuk kebijakan pertahanannya secara mandiri. Salah satu efek penting adalah dimasukkannya orang Mesir secara lebih luas ke dalam akademi militer, menawarkan kesempatan bagi individu seperti perdana menteri dan presiden Mesir di masa depan, Gamal Abdel Nasser, untuk bergabung dengan jajaran korps perwira. Langkah ini menandai langkah signifikan dalam memelihara kepemimpinan Mesir di dalam militer.


Namun, seiring berjalannya waktu, ketidakpopuleran perjanjian itu tumbuh, dengan banyak orang Mesir melihatnya sebagai pengingat dominasi kolonial masa lalu dan pembatasan kedaulatan nasional mereka. Pada tahun 1951, pemerintah Wafd, yang dipimpin oleh Perdana Menteri Mustafa el-Nahhas, mengambil keputusan sepihak untuk membatalkan perjanjian, menandakan berakhirnya kekuatan mengikatnya di Mesir.

Baca juga : [Ulasan Film] Cairo Conspiracy : Sajikan Sudut Pandang yang Berbeda Dibalik Intrik Agama & Negara


Pembatalan itu menandai titik balik penting dalam upaya Mesir untuk kemerdekaan penuh dan kontrol atas urusan-urusannya. Ini membuka jalan bagi Revolusi Mesir tahun 1952, yang menyebabkan penggulingan monarki dan pembentukan Republik Mesir, dengan Jenderal Muhammad Naguib awalnya menjabat sebagai presiden pertama negara itu.


Kesimpulannya, Perjanjian Anglo-Mesir tahun 1936 menandakan akhir resmi pendudukan Inggris di Mesir, tetapi ketentuannya terus membatasi kedaulatan Mesir dalam beberapa aspek. Meskipun memungkinkan kemajuan dalam pengembangan kepemimpinan Mesir di angkatan bersenjata, kehadiran perjanjian itu tetap tidak populer, yang pada akhirnya mengarah pada pencabutannya dan pengejaran kemerdekaan penuh oleh pemerintah Mesir. Warisan perjanjian dan peristiwa seputar pencabutannya terus membentuk dinamika perjalanan sejarah dan politik Mesir.

Oleh : Nick Carter
Disunting oleh : Redaksi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Bottom Ad [Post Page]

| Designed by Pandora